Senin, 09 Januari 2012

Pertumbuhan Penduduk


Pengangguran atau tuna karya adalaha istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini merupakan salah satu permasalahan dalam ekonomi yang paling sulit diselesaikan sampai detik ini, apalagi untuk Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Bila kita lihat dari tahun ke tahun, jumlah pengangguran justru makin banyak bukannya makin sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang sudah ada tidak sanggup untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang makin pesat.
Berikut ini adalah beberapa penyebab yang menyebabkan menjamurnya para penganggur di Indonesia.
·           Penduduk yang relatif banyak. Semakin banyaknya jumlah penduduk di Indonesia, tentunya membawa dampak yang tidak baik bagi kehidupan social. Kepadatan penduduk ini juga akan berdampak pada pertambahan jumlah pengangguran.
·           Pendidikan dan keterampilan yang rendah. Syarat seseorang untuk bisa dengan mudahnya memperoleh pekerjaan tentunya harus dimodali dengan pendidikan dan keterampilan yang bagus. Kalau tidak, jangan harap kita bisa dapat pekerjaan yang layak. Bayangkan saja begitu banyaknya lulusan-lulusan SMP, SMA maupun perguruan tinggi lainnya di tiap tahunnya, hanya yang berbibit unggullah yang kelak akan menghiasi dunia pekerjaan.
·           Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia kerja. Sama halnya dengan poin kedua, ketidakterpenuhinya persyaratan yang diminta dunia kerja seperti pendidikan dan keterampilan yang bagus hanya akan menambahi jumlah pengangguran di Indonesia. Bahkan tak jarang kompetensi pencari kerja yang tidak  sesuai dengan pasar kerja.
·           Terbatasnya lapangan kerja yang ada. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan lulusan yang banyak sekali tiap tahunnya sayangnya tidak diimbangi dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang disediakan. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya pengangguran.
·           Teknologi yang semakin modern. Di era globalisasi ini, teknologi sudah sulit dijauhkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Kehadirannya begitu penting. Suatu pekerjaan akan lebih cepat selesai, akurat, dan efisien dengan menggunakan teknologi. Biaya yang dikeluarkan pun sedikit lebih menguntungkan dibandingkan dengan menyerap tenaga kerja yang banyak namun tidak efisien dalam waktu pengerjaan.
·           Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan menerapkan sistem pegawai kontrak (outsourcing). Perusahaan-perusahaan saat ini lebih sering menerapkan sistem tersebut karena dinilai lebih menguntungkan mereka. Apabila mempunyai pegawai tetap, mereka akan dibebankan pada biaya tunjangan ataupun dana pension kelak ketika pegawai sudah tidak lagi bekerja. Namun dengan sistem pegawai kontrak ini, mereka bisa seenaknya mengambil pegawainya ketika butuh atau sedang ada proyek besar dan kemudian membuangnya lagi setelah proyek tersebut sudah berakhir. Dan tentunya hal ini akan membuat perusahaan tidak perlu membuang biaya besar.  Namun sistem ini membuat munculnya pengangguran
·          Adanya pemutusan kerja dari perusahaan biasanyadisebabkan antara lain; perusahaan yang menutup atau mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Bisa juga dikarenakan perusahaan yang bangkrut disebabkan oleh karena kredit macet atau tidak mampu mengangsur pinjaman Bank. Kredit macet disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda bangsa ini sejak tahun 1997. Krisis ekonomi disebabkan oleh krisis moneter(melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS). Krisis moneter disebabkan oleh rusaknya ekonomi Indonesia. Kerusakan ekonomi ini disebabkan oleh adanya mental korup, kolusi dan nepotisme (KKN) yang menggurita dan sistematik pada semua lembaga negara dan swasta. Budaya KKN ini disebabkan oleh pemerintahan yang kotor(tidak bersih). Masih bisa dicari lagi sebab-sebabnya misalnya dekadensi(kemerosotan moral). Sehingga erat sekali hubungan antara penganggursan dengan bagaimana keadaan perekonomian suatu Negara.
·           Pemulangan TKI ke Indonesia. TKI yang bermasalah di luar negeri sehingga harus di deportasi ke daerah asalnya tentunya hanya akan menambah daftar panjang para penganggur di Indonesia. Padahal sebenarnya diharapkan TKI tersebut dapat membantu pemerintah mengurangi jumlah pengangguran di negeri ini dan menambah devisa Negara.
·           Penyediaan dan pemanfaat tenaga kerja antar daerah tidak seimbang. Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.

Tentunya permasalahan ini akan membawa dampak yang buruk bagi kestabilan perekonomian Negara. Dan dampak-dampak negative lainnya diantaranya:
·           Timbulnya kemiskinan. Dengan menganggur, tentunya seseorang tidak akan bisa memperoleh penghasilan. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Seseorang dikatakan miskin apabila pendapatan perharinya dibawah Rp 7.500 perharinya (berdasarkan standar Indonesia) sementar berdasarkan standar kemiskinan PBB yaitu pendapatan perharinya di bawah $2 (sekitar Rp 17.400 apabila $1=Rp 8.700).
·           Makin beragamnya tindak pidana criminal. Seseorang pasti dituntut untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya terutama makan untuk tetap bisa bertahan hidup. Namun seorang pengangguran dalam keadaan terdesak bisa saja melakukan tindakan criminal seperti mencuri, mencopet, jambret atau bahkan sampai membunuh demi mendapat sesuap nasi.
·           Bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen perdagangan anak dan sebagainya. Selain maraknya tindak pidana krimanal, akan bertambah pula para pengamen atau pengemis yang kadang kelakuannya mulai meresahkan warga. Karena mereka tak segan-segan mengancam para korban atau bisa melukai apabila tidak diberi uang.
·           Terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya demonstrasi dan perebutan kekuasaan.
·           Terganggunya kondisi psikis seseorang. Misalnya, terjadi pembunuhan akibat masalah ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat masalah ekonomi, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, kasus anak-anak terkena busung lapar.
·           Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah dapipada pendapatan potensial (yang seharusnya)> oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
·           Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian pajak yang harus diterima dari masyarakat pun akan menurun.Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintaha pun akan berkutang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
·           Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang produksi akan berkuran. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.


Pengangguran dapat dihambat pertumbuhannya  dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
·           Memperluas dan membuka lapangan pekerjaan. Salah satunya bisa diwujudkan dengan memberdayakan sektor informal padat karya, home industry.
·           Menciptakan pengusaha-pengusaha baru. Diharapkan dengan demikian para lulusan sekolah ataupun perguruan tinggi tidak hanya memiliki tujuan sebagai pegawai saja, namun lebih baik apabila mereka membuat usaha-usaha yang dapat menyerap tenaga kerja sehingga dengan demikian membantu pemerintah dalam mengatasi jumlah pengangguran yang kian banyak. Dan bisa kita lihat akhir-akhir ini, sudah banyak sekali lulusan muda berbakat yang sukses melakukan kegiatan usaha.
·           Mengadakan bimbingan, penyuluhan dan keterampilan tenaga kerja, menambah keterampilan, dan meningkatkan pendidikan.
·           Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat atau sector ekonomi yang kekurangan
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah
·           Pemerintah memberikan bantuan wawasan, pengetahuan dan kemampuan jiwa kewirausahaan kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berupa bimbingan teknis dan manajemen memberikan bantuan modal lunak jangka panjang, perluasan pasar. Serta pemberian fasilitas khusus agar dapat tumbuh secara mandiri dan andal bersaing di bidangnya.Mendorong terbentuknya kelompok usaha bersama dan lingkungan usaha yang menunjang dan mendorong terwujudnya pengusaha kecil dan menengah yang mampu mengembangkan usaha, menguasai teknologi dan informasi pasar dan peningkatan pola kemitraan UKM dengan BUMN, BUMD, BUMS dan pihak lainnya.
·           Segera melakukan pembenahan, pembangunan dan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya daerah yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia.
·           Segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Seperti PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan terdata dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci.
·           Segera menyederhanakan perizinan dan peningkatan keamanan karena terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing maupun Penanaman Modal Dalam Negeri. Hal itu perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan iklim investasi yang kondusif untuk menciptakan lapangan kerja.
·           Mengembangkan sektor pariwisata dan kebudayaan Indonesia (khususnya daerah-daerah yang belum tergali potensinya) dengan melakukan promosi-promosi keberbagai negara untuk menarik para wisatawan asing, mengundang para investor untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan pengembangan kepariwisataan dan kebudayaan yang nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja daerah setempat.
·           Melakukan program sinergi antar BUMN atau BUMS yang memiliki keterkaitan usaha atau hasil produksi akan saling mengisi kebutuhan. Dengan sinergi tersebut maka kegiatan proses produksi akan menjadi lebih efisien dan murah karena pengadaan bahan baku bisa dilakukan secara bersama-sama. Contoh, PT Krakatau Steel dapat bersinergi dengan PT. PAL Indonsia untuk memasok kebutuhan bahan baku berupa pelat baja.
·           Dengan memperlambat laju pertumbuhan penduduk (meminimalisirkan menikah pada usia dini) yang diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan sisi angkatan kerja baru atau melancarkan sistem transmigrasi dengan mengalokasikan penduduk padat ke daerah yang jarang penduduk dengan difasilitasi sektor pertanian, perkebunan atau peternakan oleh pemerintah.
·           Menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi secara ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil. Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
·           Segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan yang berorientasi kompetensi. Karena sebagian besar para penganggur adalah para lulusan perguruan tinggi yang tidak siap menghadapi dunia kerja.
·           Segera mengembangkan potensi kelautan dan pertanian. Karena Indonesia mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim dan agraris. Potensi kelautan dan pertanian Indonesia perlu dikelola secara baik dan profesional supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan  atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik. Namun tentunya dengan jumlah pengangguran yang terus membengkak akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Dan hal ini tentunya tidak bisa didiamkan terus menerus, pemerintah harus tanggap dalam menghadapi masalah perekonomian yang paling kronis ini.

Korupsi

Korupsi adalah sebuah tindakan aksi atau perilaku. Sebagaimana perilaku lainnya, ia dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor sosial maupun faktor individual. Faktor sosial penyebab perilaku korup bermacam-macam, karenanya pendekatan yang digunakan untuk melihat fenomena korupsi juga beraneka ragam, misalnya pendekatan sosial budaya, pendekatan agama, pendekatan hukum, dan pendekatan politik. Namun agaknya pendekatan individual terhadap korupsi kurang mendapat perhatian. Padahal sebagai sebuah perilaku manusia, korupsi lahir pula dari faktor psikologis manusianya. Tulisan ini mencoba melihat korupsi dari sisi psikologis dan upaya menguranginya melalui pendekatan psikologi.

Perilaku Korup
Sebagai perilaku, korupsi memiliki aspek-aspek yang serupa dengan perilaku lainnya. Pertama adalah sikap yang dimiliki. Bila seseorang memiliki sikap yang positif terhadap korupsi maka kecenderungan seseorang untuk melakukan korupsi cenderung besar. Namun hal ini tidak berarti bila sikap seseorang negatif terhadap korupsi akan membuat seseorang tidak berkorupsi. Contoh dari fenomena ini banyak sekali. Pejabat-pejabat dari berbagai tingkatan sering mengecam dan mengutuk korupsi. Namun toh, mereka melakukan korupsi juga. Bila pelaku korupsi ditanya sikapnya tentang korupsi, hampir bisa dipastikan akan menilai korupsi sebagai keburukan. Antara sikap dan perilaku kadangkala tidak sejalan, dan untuk korupsi ‘seringkali’ tidak sejalan. Jadi, sikap positif atau negatif terhadap korupsi belum bisa dijadikan prediksi yang kuat atas timbulnya perilaku korup.
Kedua adalah intensi atau niat untuk melakukan korupsi. Baik sikap positif maupun negatif terhadap korupsi bisa melahirkan niat untuk berkorupsi. Seseorang yang bersikap positif mungkin berniat melakukan korupsi mungkin juga tidak. Sebaliknya seseorang yang memiliki sikap negatif mungkin tidak berniat mungkin juga berniat. Hanya saja bila seseorang bersikap positif terhadap korupsi maka niat melakukan korupsi cenderung lebih besar daripada yang memiliki sikap negatif. Niat ini dipengaruhi oleh keadaan dan situasi. Misalnya saja adanya tuntutan akan taraf hidup yang lebih baik, tuntutan untuk melepaskan diri dari kesulitan dan lainnya. Daripada sikap, niat lebih dekat terhadap perilaku. Jadi, niat terhadap korupsi lebih bisa dijadikan prediksi terhadap kemungkinan timbulnya perilaku korup.
Ketiga adalah norma sosial masyarakat terhadap korupsi. Bila norma sosial tegas melarang korupsi dan bahkan menyediakan berbagai mekanisme sanksi sosial terhadap perilaku korup, maka kemungkinan timbulnya korupsi kecil. Seperti yang kita tahu, norma sosial cukup berpengaruh terhadap perilaku, apalagi di Indonesia yang memiliki budaya kolektif. Dalam kasus Indonesia, sesungguhnya norma sosial yang ada mengecam keberadaan korupsi. Akan tetapi semakin tampak belakangan ini masyarakat semakin permisif terhadap korupsi. Seolah-olah perilaku korup dimaklumi bersama sebagai bagian dari kehidupan sosial. Justru akan dinilai aneh bila seseorang tidak korupsi. Agaknya (belum diketahui ada penelitian mengenai hal ini) norma sosial di Indonesia saat ini ikut mendorong tumbuhnya korupsi.
Gejala semakin permisifnya masyarakat terhadap korupsi berawal dari luasnya korupsi di masyarakat itu sendiri. Ketidakberdayaan pemerintah menangani korupsi (memang sulit menyembuhkan diri sendiri) membuat masyarakat mau tidak mau harus menjadikan korupsi sebagai bagian dari kenyataan sosial. Akibatnya norma sosial yang merupakan konvensi bersama masyarakat turut pula berubah lebih akomodatif terhadap korupsi.
Keempat adalah norma subjektif yang diyakini individu. Norma subjektif ini dipengaruhi diantaranya oleh tingkat religiusitas. Bila seseorang memiliki tingkat keberagamaan yang lebih matang daripada umumnya masyarakat maka kecenderungan orang itu untuk melakukan korupsi juga kecil, karena adanya ancaman lebih tegas dalam agama mengenai korupsi. Norma subjektif yang mengutamakan aspirasi materi juga akan memprediksi kemungkinan seseorang melakukan tindakan korup.
Kelima adalah kesempatan yang tersedia untuk melakukan korupsi. Faktor kesempatan ini merupakan faktor yang paling dekat dengan perilaku korupsi. Jadi, faktor ini yang paling baik untuk memprediksi perilaku korupsi. Instansi yang memiliki pengawasan lemah akan memiliki kemungkinan lebih besar memunculkan perilaku korup. Adanya istilah ‘tempat basah’ dan ‘tempat kering’menunjukkan adanya tempat yang memiliki peluang lebih besar untuk korupsi daripada tempat yang lain.

Upaya Pemberantasan Korupsi
Sebagai sebuah tindakan merugikan sudah selayaknya korupsi diberantas. Berbagai pendekatan digunakan dalam upaya tersebut. Salah satu yang paling populer adalah pendekatan hukum. Dipercaya bahwa hukum yang kuat dan tegas akan efektif dalam menekan angka korupsi. Pendekatan hukum ini berkaitan pula dengan pendekatan politik karena adanya hukum yang kuat dan tegas dalam pemberantasan korupsi merupakan produk dari adanya political will dari pemerintah yang berkuasa.
Anak dari pendekatan politik adalah pendekatan ekonomi yang didasari asumsi bahwa penghasilan rendah para pejabat negara yang telah menyebabkan terjadinya praktek korupsi. Karenanya upaya penanganan yang efektif adalah dengan meningkatkan gaji para pejabat negara. Tiga pendekatan inilah yang paling sering dimunculkan terutama pada era kepresidenan Abdurahman Wahid.
Pendekatan psikologi dalam pemberantasan korupsi, yang tentunya dintegrasikan dalam berbagai pendekatan lain, menekankan pada perubahan sikap, pereduksian niat dan kesempatan serta manipulasi norma sosial dan norma subjektif. Upaya melakukan hal-hal tersebut merupakan upaya integral yang satu sama lain tidak dapat dipisahpisahkan. Semuanya saling terkait secara erat.
Berbagai langkah yang bisa ditempuh diantaranya, pertama, adalah mengubah sikap agar seseorang memiliki sikap negatif terhadap korupsi. Proses perubahan sikap ini bisa dilakukan diantaranya dengan menginformasikan dampak dari korupsi secara luas yang berdasarkan data akurat. Diharapkan pengetahuan yang memadai akan dampak korupsi yang sangat buruk bisa menimbulkan disonansi atau kesenjangan kognitif, dimana pikiran individu tentang enaknya hasil korupsi akan bertentangan dengan pikiran akan dampak korupsi yang dilakukannya terhadap orang banyak. Darinya diharapkan terjadi perubahan sikap menjadi lebih negatif terhadap korupsi.
Kedua mereduksi niat untuk melakukan korupsi. Seperti yang telah kita lihat diatas, niat untuk berkorupsi bisa dimunculkan karena adanya tuntutan kebutuhan tertentu. Bila kebutuhan itu terpenuhi diharapkan niat korupsi juga berkurang. Kebijakan kenaikan gaji yang populer beberapa waktu lalu mendasarkan pada kerangka berpikir demikian.
Sementara itu upaya memanipulasi norma sosial bisa ditunjukkan dengan kesungguhan pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi, memberikan keteladanan, dan memperkuat sanksi sosial dimana individu akan merasa kurang mendapat dukungan sosial atas perilaku korupnya. Mewajibkan kerja sosial seperti menyapu jalan bagi para pejabat pelaku korupsi merupakan bentuk hukuman sosial yang efektif. Sedangkan manipulasi norma subjektif bisa dilakukan melalui pendidikan anti korupsi baik melalui pendekatan keagamaan maupun melalui pendekatan budaya.
Terakhir adalah mengurangi kesempatan seseorang untuk melakukan korupsi. Upaya mengurangi kesempatan korupsi ini bisa dilakukan dengan beragam cara seperti pengawasan yang ketat terhadap lembaga-lembaga publik oleh masyarakat umum dan terutama oleh masyarakat akademis, transparansi pengelolaan keuangan pemerintah, laporan kekayaan pejabat secara berkala kepada publik, dan lainnya.
Agaknya dimasa depan diperlukan suatu tes psikologi untuk screening calon pejabat negara, karena tipe kepribadian, sikap, niat, dan norma subjektif tertentu yang dimiliki individu menyumbang terhadap kecenderungan melakukan korupsi. Misalnya kepribadian yang manipulatif lebih berkecenderungan melakukan korupsi. Pada akhirnya pendekatan psikologi adalah pendekatan yang diaplikasikan pada pendekatan lain bukan suatu pendekatan yang bisa dilakukan sendiri.